Andan duduk diam di tempat tidur yang ada diruang UKS. Dia hanya memperhatikan Vea yang bergerak mengambil kapas dan beberapa obat. Tanpa Andan sadari dia suka sekali melihat Vea bergerak. Sangat suka.
Vea berdiri dihadapan Andan. Dia nggak bisa duduk dikursi. Karena kalau duduk dia pasti nggak bisa menjangkau kepala Andan. Berdiri begini saja tingginya hampir sama dengan tinggi Andan yang sedang duduk. Tapi kalau berdiri dia bisa leluasa melihat kepala Andan. Andan nggak sadar bahwa kepalanya sedikit tergores dan lecet. Mungkin karena banyak banget yang menyapa itu kepala hari ini kali ya.
“Udah.” Ujar Vea setelah selesai mengobati kepala Andan.
Andan hanya terus menatap wajah Vea. Nggak tahu kenapa rasanya dia ingin berlama-lama diobati oleh Vea. Rasanya kenapa lukanya nggak lebih besar lagi aja biar Vea bisa ngobatinnya lebih lama. Tapi kalau lukanya lebih besar yang ada bukannya Vea yang ngobatin malah dokter donk.
Vea menatap mata Andan. “Ada yang salah ya sama aku?” Sambil menenglengkan kepalanya kesamping kanan. Persis seperti ketika dia mengelak bola kertas itu.
Yang ditanya diam. Nggak ngejawab apapun. Terpesona.