Selamat Datang

Friday 18 February 2011

Seandainya Aku Jadi..

Hari ini aku duduk terdiam melihat pemandangan unik yang ada disekitar ku. Terpaku menatap betapa kerasnya hidup didunia ini.
Aku duduk menunggu ketika seorang anak kecil mendekatiku. Pakainnya lusuh, tapi celana sekolah yang ia kenakan membuat aku tahu anak ini pastilah masih bersekolah. Aku bayangkan seandainya anak kecil itu aku.
Aku yang dengan tergesa-gesa pulang dari sekolah, mengambil gitar kecilku dan kantong kecilku. Merekalah sahabatku sepulang sekolah. Melawan terik matahari yang menyengat kulit. Melawan kerasnya kehidupan. Semua ini harus aku lakukan. Siapa yang akan membantu orang tua ku jika tidak aku. Mungkin kehidupan boleh tidak adil dengan masa kecil ku tapi suatu saat kehidupan harus tersenyum bersamaku.
Aku berlari kecil ketika lampu merah itu menyala, mendekati kaca-kaca gelap yang tak aku tahu siapa dibaliknya. Kaca-kaca gelap itu selalu tersenyum menatapku , mereka memantulkan wajah lugu nan lusuh yang apa adanya dihadapanku. Aku membalasnya dengan tersenyum getir. Aku mulai memainkan gitarku, bernyanyi semampuku. Entah apa yang orang katakan dibalik kaca hitam itu tentangku, tapi aku akan terus bernyanyi untuk koin-koin receh yang sangat berharga bagiku.
Tak jarang orang-orang dibalik kaca itu menghinaku, mencelaku, bahakan berkata kasar padaku. Tapi aku hanya bisa tersenyum untuk mereka. Mungkin dengan itu mereka mengharagai suaraku. Tapi ada juga orang-orang ramah yang memberiku tak sekedar koin-koin receh berharga itu tapi juga kertasusang yang begitu aku sayang-sayang. Tersenyum aku setiap melihat kertas itu, walau usang masih jelas terlihat angka-angka dengan tiga angka 0 berada di belakang angka 1. Dengan gambar pahlawan yang aku kenal dari gambar dinding dikelas ku.
Aku sangat senang menghitung kertas-kertas itu. dan aku juga sangat suka jika koin-koin berharga itu memenuhi separuh kantongku. Paling tidak cukuplah untuk membuat ibu tersenyum menyambutku pulang nanti. Setidaknya pulang nanti aku bisa menikmati sedikit nasi dengan lauk yang sering orang bilang dengan telur mata sapi.
Terkadang aku iri dengan teman-temanku, yang bisa bermain kesana kemari, yang diantar jemput tiap hari, yang punya baju seragam rapi, yang selalu sarapan setiap pagi. Tapi aku tetap bersyukur dengan kehidupan ini. Setidaknya aku bisa mengenal bagaimana kerasnya hidup ini. Sehingga jika aku berada dititik tertinggi suatu saat nanti aku tidak akan takut dengan titik terendah ini.
:))

2 comments: